Hujan
Sudah lebih
dari 2 jam aku duduk di kasur sembari memperhatikan keluar jendela dengan
turunnya hujan. Sudah hampir seharian ini hujan turun tanpa berhenti,
seolah-olah langit sedang bersedih. Tak biasanya aku menatapi hujan sangat
lama, seperti ada sesuatu yang akan terjadi. Namun tiba tiba ada suara
perempuan menangis. Awalnya aku merinding walaupun saat itu jam 2 siang namun
aku tetap merinding. Setelah kudengar lebih jelas, ternyata benar ada sosok
perempuan seusia ku sedang menagis ditengah lebatnya hujan. Tidak tahu kenapa
aku ini, aku ingin sekali menghampiri dia. Segara mungkin aku mengambil paying berwarna
kuning dan menghampirinya.
Dengan
segera aku membuka pintu dan membuka pagar rumah ku sambil membuka payung ku.
Dengan posisinya yang membelakangiku aku menghampirinya dengan perlahan.
Kulihat rambut kuyupnya membuatku merasa iba. Setelah kuhampiri dia dengan
payungku, tiba-tiba dia berbalik arah dengan muka yang sembab dengan air mata
yang menetes.
“ Apa kau
baik-baik saja?”, tanyaku “Hmmm… Aku baik-baik saja” jawabnya dengan lesu. “Biarkan
aku mengantarmu pulang, tidak baik hujan-hujanan seperti ini”, kataku. Dia pun
mengangguk dan akhirnya kita pun jalan berdua kerumahnya.
“Dimana
rumahmu?” tanyaku. “Tak jauh dari sini”, jawabnya singkat. “Kenapa kau berada
di sana tadi sambil menangis?” tanyaku lagi. “Aku hanya sedang bersedih, itu
saja. Jika aku merasa kesepian dan sedih ini adalah kebiasaan ku. Membasahi
seluruh tubuhku dengan hujan”, jawabnya. “Kenapa begitu?” tanya ku heran. “Karena
aku merasa hujan merasakan apa yang kurasakan. Hujan adalah teman yang baik
untuk ku. Aku tak punya teman selain hujan”, jawabnya sambil tersenyum dengan
eye smile dimatanya, dan kubalas dengan senyuman juga. Tak kusangka perempuan
ini mempunyai bulan sabit dimatanya. “Kalau begitu, bagaimana jika aku menjadi
temanmu? Mungkin kau bisa berbagi cerita mu denganku. Aku akan menjadi
pendengar yang baik untumu, bagaimana?”, kataku. Aku tidak tahu mengapa aku
mengatakan hal itu, aku ingin sekali berteman dengannya. “Benarkah? Kalu begitu
aku terima tawaranmu”, katanya sambil tersenyum bahagia. Seketika raut mukanya
berubah menjadi senang.
Akhirnya
kami sampai di rumahnya. “Oh iya, aku belum tahu siapa namamu”, kataku. “Aku
Freya, aku senang bisa bertemu denganmu”, katanya. “Aku Romi, senang juga
bertemu denganmu”. Kami pun berjabat tangan tanda pertemanan kita. Aku pun
berpamitan dan pulang kerumah.
Hari-hari
berlalu aku semakin dekat dengannya. Aku ingin mengetahui tentag dia lebih jauh
lagi, aku sangat tertarik dengannya. Aku selalu tertarik tentang dia dala hal
apapun. Kami selalu menghabiskan waktu dengan berbicara tentang haal yang
menyenangkan. Walaupun kadang dia bercerita tentang masa lalunya lalu menangis.
Namun hal tersebut membuatku semakin ingin melindunginya. Aku benar-benar tak
tahu perasaan ku saat ini
Pada suatu
hari, aku bertemu dengannya tanpa sengaja. Dan ternyata dia adalah teman
sekampusku, namun aku tidak pernah bertemu dengannya. Kamipun mengobrol sampai
malam. Namun tiba-tiba suara gemuruh bersahut, tanda akan hujan. Dia tampak
takut dengan gemuruh. Dengan reflek, aku menutupi kupingnya dengan tangan ku.
Dan benar saja hujan turun. Dia mengajakku untuk bermain hujan sebentar. Saat
bermain hujan denganku, dia terlihat sangat bahagia sekali, sampai-sampai dia
tertawa geli karena melihatku terlihat seperti anak kecil yang baru pertama
kali bermain hujan. Setelah 15 menit kami bermain hujan, kami pun menyudahinya.
“Terima
kasih untuk hari ini, kau benar-benar membuatku merasa senang”, katanya sambil
tersenyum kepadaku. “Tidak masalah, aku pun juga senang bisa menghabiskan waktu
bersamamu” timpalku. “Aku juga berterima kasih karena kau telah menghiburku dan
menenangkanku saat aku sedih”.
Tiba-tiba
dia menjatuhkan air matanya. Seketika aku bingung dan bertanya padanya, “Kenapa
kau menangis? Apa ada masalah Frey? Ceritakan saja padaku”, tanyaku heran
sekaligus penasaran. “Ah tidak ada apa-apa”, katanya sambil mengambil sesuatu
di dalam tasnya. “Ini, ambil lah. Aku tidak tahu kau suka atau tidak, tapi
ambil sajalah jangan menolaknya. Bukanya nanti saja jika sudah di dalam kamar
ya”, katanya sambil menghapus air matanya. Ada apa ini? Tiba tiba saja aku
merasakan hal buruk akan terjadi. Namun aku masih berpikir positif. “Apa ini?”
tanya ku penasaran. “Nanti kau akan tahu sendiri. Sudah ya aku mau pulang dulu.
Sampai berjumpa lagi. Kalau waktu mempersatukan kita, kau dan aku pasti akan
bersatu”.
Aku
tercengang dengan kata-katanya itu. Dia pergi meninggalkan ku, dan aku hanya
bisa melihat punggungnya yang mengingatkan ku saat pertama kali bertemu, dan
akhirnya menghilang dalam kegelapan. Tak terasa air mataku jatuh. Akhirnya aku
masuk ke rumah.
Di kamar aku
membuka kotak yang dia berikan padaku. Kotak itu berwarna biru langit
kesukaanku. Kubuka kotak itu dan ternyata ada sebuah payung berwarna biru
langit yang kusukai saat kita pergi jalan-jalan, dan ada sebuah surat.
Hai Romi. Sudah tak terasa kita saling kenal
2 bulan. Sangat cepat bukan? Aku tidak menyangka akan bertemu dengan mu. Aku
sangat berterima kasih dengan Tuhan, karena dipertemukan denganmu. Kau orang
yang baik hati dan sangat perhatian dengan ku. Selama ini aku tidak tahu apa
kau punya perasaan yang sama denganku atau tidak, tapi entah mengapa aku selalu
nyaman denganmu. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Aku sangat berharap kau
punya perasaan yang sama denganku. Selamat tinggal Romi, lain waktu mungkin
kita akan bertemu lagi. Mungkin saja tidak. Aku akan pergi jauh dari sini. Akan
kah kau mau menungguku kembali lagi? Aku harap iya. Sekali lagi terima kasih
atas segalanya. Kau membuat hidupku sempurna.
Freya.
Aku pun
mulai menangis lagi, entah apa yang kurasakan bercampur aduk. Aku tidak
membayangkan akan ditinggalkan perempuan yang dia sayang dengan secepat itu.
Sajak dari hari itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Tapi bagaimana pun
payung biru langit pemberiannya adalah kenangan terindah untukku. Aku tidak
akan melupakannya. Semua berawal dari hujan yang mempersatukan dan pada
akhirnya hujan juga yang memisahkan kita.
Komentar
Posting Komentar